Direktur Utama RC-POL; Kritik Pembangunan Jalan Provinsi Oleh Konten Kreator ke DPRD Kabupaten Bima adalah Salah Alamat, Wewenang Ada di DPRD Provinsi
Portalmadani.com || Malang — Direktur Utama Lembaga Riset dan Consulting Policy (RC-POL), Muhammad Ardi Firdiansyah, S.IP., M.IP, memberikan pencerahan terkait maraknya kritik dan sorotan dari berbagai kalangan, termasuk konten kreator, kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima, khususnya anggota dari Daerah Pemilihan (Dapil) III. Kritik tersebut menyoroti lambat atau tidak optimalnya perbaikan jalan di wilayah Dapil III yang meliputi Kecamatan Donggo, Soromandi, Sanggar, dan Tambora. Menurut Ardi, terdapat kekeliruan mendasar atau salah kaprah dalam menyasar kritik tersebut.
Ardi Firdiansyah menjelaskan bahwa berdasarkan hierarki pemerintahan dan undang-undang yang mengatur otonomi daerah, jalan yang menjadi objek keluhan tersebut secara klasifikasi adalah Jalan Provinsi. Sebagai jalan provinsi, kewenangan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan, dan pemeliharaannya sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi NTB. Fungsi pengawasan atas eksekutif provinsi ini dilakukan oleh mitra kerjanya di tingkat provinsi, yaitu DPRD Provinsi NTB.
Oleh karena itu, lembaga yang seharusnya menjadi sasaran aspirasi, pertanyaan, dan pengawasan publik terkait kondisi jalan provinsi di Kabupaten Bima adalah DPRD Provinsi NTB Dapil 6. Dapil 6 ini merupakan daerah pemilihan yang mencakup wilayah Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima dan Kota Bima. Terdapat sebelas anggota dewan yang duduk di Dapil 6 DPRD Provinsi NTB yang telah dipilih oleh rakyat, untuk secara khusus menampung dan memperjuangkan kepentingan masyarakat di tiga daerah tersebut lebih khusus di Kabupaten Bima, termasuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, di tingkat provinsi. Merekalah yang memiliki kewenangan formal untuk melakukan interpelasi, menyampaikan pandangan dan pendapat, mengajukan anggaran, serta mengawasi kinerja Gubernur dan dinas terkait di bidang tersebut.
Menyampaikan kritik dan tuntutan perbaikan secara massif kepada DPRD Kabupaten Bima, menurut Ardi, adalah tindakan yang tidak tepat sasaran. DPRD Kabupaten Bima memang memiliki fungsi pengawasan, tetapi ruang lingkupnya terbatas pada kebijakan dan kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima, serta untuk aset dan jalan yang menjadi kewenangan kabupaten. Mereka tidak memiliki instrumen hukum dan anggaran untuk memaksa pemerintah provinsi bertindak. Kritik yang salah alamat ini justru berpotensi mengalihkan fokus permasalahan dari aktor yang sebenarnya bertanggung jawab.
Lebih khusus konten kreator yang selalu mengaitkan lamanya perbaikan jalan di beberapa Kecamatan di Dapil tiga tersebut akibat tidak adanya perhatian dari anggota DPRD, bahkan kritikan tersebut mengarah pada personal anggota DPRD Kabupaten Bima Dapil III. “Saya melihat konten-konten kritikan terhadap kerusakan jalan yang diposting oleh beberapa konten kreator lebih mengarah pada kritikan secara personal bukan mengarah pada fungsi DPRD itu sendiri, bahkan saya melihat kritikan hanya tertuju pada beberapa anggota DPRD Kabupaten Bima Dapil III saja, tidak semua anggota DPRD Kabupaten Bima Dapil III dimintai pertanggungjawaban, ini akan membuat masyarakat bingung. disisi lain seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa kritikan tersebut lebih tetap harus disampaikan pada sebelas anggota DPRD Provinsi Dapil 6” tuturnya.
Lebih jauh, Ardi Firdiansyah mengingatkan agar dinamika kritik konstruktif ini tidak disalahartikan dan bergeser menjadi agenda politis untuk menjatuhkan para anggota DPRD Kabupaten Bima, khususnya yang berasal dari Dapil III. Publik harus cerdas dan memahami dengan jelas peta kekuasaan dan pembagian kewenangan. Kritik harus dilancarkan pada pihak yang tepat agar efektif menghasilkan solusi. Menjadikan anggota dewan kabupaten sebagai ‘kambing hitam’ untuk persoalan yang bukan wewenangnya bukan hanya tidak produktif, tetapi juga berpotensi merusak iklim demokrasi dan memecah belah konsentrasi pembangunan di tingkat lokal.
Ia menegaskan bahwa yang diperlukan sekarang adalah edukasi kepada publik tentang tata kelola pemerintahan dan membangun komunikasi yang intens dengan sebelas anggota DPRD Provinsi NTB Dapil 6. Merekalah yang harus bekerja keras dan dimintai pertanggungjawaban untuk memperjuangkan anggaran dan percepatan perbaikan jalan provinsi di Bima. Kolaborasi antara masyarakat, konten kreator, DPRD Kabupaten (sebagai fasilitator), dan terutama DPRD Provinsi adalah kunci untuk mendorong perbaikan infrastruktur yang signifikan, alih-alih saling menyalahkan pada institusi yang tidak memiliki kewenangan, tutupnya.
