Dari Sumpah Pemuda ke Cita-Cita HMI; Ikhtiar Membangun Peradaban Adil dan Makmur


Opini Taufikurrahmaan kader HMI Cabang Gowa Raya

Portalmadani.com || Gowa — Sumpah Pemuda adalah tonggak sejarah yang menegaskan bahwa bangsa ini lahir dari keberanian untuk bersatu, bukan dari kesamaan suku, bahasa, ataupun kepentingan semata. Dari ikrar yang diucapkan pada 28 Oktober 1928 itu, lahirlah generasi pemuda yang tidak lagi berpikir secara kedaerahan, tetapi bertanah air, berbangsa, dan berbahasa Indonesia. Semangat ini pula yang menjadi fondasi lahirnya organisasi-organisasi perjuangan, salah satunya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang hadir dengan visi lebih jauh: terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

Jika Sumpah Pemuda berbicara tentang persatuan nasional, maka HMI berbicara tentang peradaban. Dari ruang diskusi, masjid, hingga jalanan perjuangan, HMI memadukan nasionalisme dan keislaman sebagai nafas geraknya. Cita-cita HMI tidak berhenti pada tegaknya republik, tetapi pada terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah, masyarakat yang tidak hanya sejahtera secara materi, tetapi juga bermartabat secara moral.

Namun, perjalanan mewujudkan cita tersebut tidak mudah. Di tengah kemajuan teknologi dan globalisasi, bangsa ini justru menghadapi krisis integritas, melemahnya nilai persatuan, dan meningkatnya kesenjangan sosial. Di sinilah relevansi Sumpah Pemuda dan cita-cita HMI diuji. Persatuan tidak boleh berhenti sebagai romantisme sejarah, tetapi harus menjadi energi kolektif untuk memerangi kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan. HMI sebagai organisasi kader harus hadir untuk merespons tantangan zaman, bukan sekadar bertahan sebagai nama atau simbol.

Ikhtiar membangun peradaban adil dan makmur dimulai dari pembentukan pribadi kader. HMI menegaskan pentingnya perpaduan iman dan ilmu, zikir dan pikir, spiritualitas dan intelektualitas. Kader tidak cukup hanya pintar berdialektika, tetapi harus kokoh akhlaknya dan nyata kontribusinya. Inilah yang membedakan perjuangan sejati dari sekadar ambisi kekuasaan. Sebab peradaban hanya bisa lahir dari manusia-manusia yang jernih hati dan pikirannya.

Lebih jauh, cita-cita HMI adalah melahirkan pemimpin umat dan bangsa yang mampu mengelola perbedaan sebagai kekuatan. Pemimpin yang bukan hanya pandai berbicara tentang keadilan, tetapi juga memperjuangkannya. Pemimpin yang tidak silau kekuasaan, tetapi takut kehilangan ridha Allah. Dari kampus hingga masyarakat, kader HMI harus terus bergerak, berdialog, mengabdi, dan menjadi jembatan antara idealisme dan realitas.

Kini, hampir seabad setelah Sumpah Pemuda digaungkan, pertanyaannya adalah: apakah semangat itu masih hidup dalam diri kita? Jawabannya bergantung pada kemauan pemuda hari ini untuk melanjutkan ikrar itu dalam wujud kerja nyata. HMI memiliki bekal historis dan ideologis yang kuat untuk menjadi motor peradaban. Tinggal bagaimana kadernya meneguhkan niat, memperkuat kapasitas, dan memperluas pengabdian.

Jika ikhtiar ini dijaga, maka dari Sumpah Pemuda hingga cita-cita HMI, kita bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi menulis babak baru peradaban Indonesia adil dalam sistem, makmur dalam kesejahteraan, dan diridhai oleh Allah SWT.

HARAPAN
Sebagai bagian dari generasi muda dan kader umat, saya Farden menaruh harapan besar terhadap HMI dan seluruh pemuda Indonesia. Saya berharap HMI tidak hanya menjadi organisasi yang dikenal karena sejarahnya, tetapi karena karya nyatanya. Semoga setiap kader mampu menjaga idealisme, menolak tunduk pada kepentingan pragmatis, dan menjadikan Islam bukan hanya identitas, tetapi pedoman dalam berpikir, bersikap, dan mengabdi.

Saya bermimpi melihat Indonesia yang damai tanpa sekat perpecahan, Indonesia yang adil tanpa diskriminasi, dan Indonesia yang makmur tanpa meninggalkan kaum kecil. Semoga dari ruang-ruang perkaderan HMI lahir pemimpin yang jujur, cerdas, dan takut kepada Allah pemimpin yang bekerja bukan untuk pujian manusia, tetapi demi ridha-Nya.

Karena pada akhirnya, perjuangan dari Sumpah Pemuda hingga cita-cita HMI bukan sekadar soal masa lalu, tetapi tentang masa depan yang ingin kita wariskan. Dan saya percaya, dengan iman, ilmu, dan persatuan, Indonesia yang adil, makmur, dan diridhai Allah SWT bukan hanya mimpi, tetapi kenyataan yang bisa kita wujudkan.

Share and Enjoy !

Shares

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.