Kegaduhan di Dalam Lingkaran Kekuasaan Baru NTB

Portalmadani.com || Mataram — Ungkapan paling monumental Mao Zedong “There is great chaos under heaven the situation is excellent”.

Pemerintahan baru di Nusa Tenggara Barat belum lama berjalan, namun dinamika politik yang menyertainya terasa begitu cepat dan gaduh. Alih-alih menata barisan dan konsolidasi menuju pembangunan, justru kegaduhan muncul dari jantung kekuasaan itu sendiri dari orang-orang terdekat di lingkaran penguasa.

Dalam pandangan Mao Zedong, kekacauan bukanlah tanda keruntuhan, melainkan indikasi akan sebuah transisi penting. Ia pernah berkata, “Di bawah langit sedang kacau balau situasinya sangat baik.” Kalimat ini sarat makna: kegaduhan dalam politik bisa menjadi peluang untuk perubahan, asal dikelola secara sadar. Namun dalam konteks NTB hari ini, kegaduhan tersebut tampaknya bukan berangkat dari kebutuhan rakyat, melainkan dari perebutan posisi, pengaruh, dan sumber daya di dalam lingkaran kekuasaan yang baru saja terbentuk.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kekuasaan baru membawa harapan sekaligus ketegangan. Tapi ketika konflik yang muncul lebih bersifat internal bukan dari oposisi atau masyarakat sipil maka ini menandakan ada masalah dalam fondasi awal kekuasaan itu dibangun. Terlalu banyak aktor yang merasa berjasa, terlalu sedikit ruang untuk meritokrasi.

Dalam suasana seperti ini, propaganda menjadi senjata. Serangan terhadap tokoh-tokoh kunci yang berada dekat dengan penguasa mulai bermunculan baik melalui isu personal, pelintiran opini, maupun framing di media sosial. Bukan tidak mungkin, ini merupakan bentuk “pembersihan internal” atau manuver politik yang sedang dimainkan oleh kubu-kubu yang ingin mendekat ke pusat kuasa. Mao Zedong pernah mengingatkan, “Revolusi bukanlah jamuan makan malam, tetapi tindakan kekerasan untuk menggulingkan kelas lain”. Meski tanpa darah, perebutan ruang dalam kekuasaan lokal tetap bisa menyakitkan dan brutal secara politik.

Ironisnya, masyarakat hanya menjadi penonton dari kegaduhan elite ini. Padahal ruang partisipasi publik seharusnya diperluas di awal masa pemerintahan. Tetapi yang terjadi justru kebisingan dari dalam yang mengaburkan agenda-agenda substantif pembangunan dan pelayanan rakyat.

Kekuasaan politik, kata Mao, tumbuh dari “moncong senapan” yakni kekuatan dan kontrol atas alat negara. Namun dalam demokrasi, alat kekuasaan sejati adalah kepercayaan rakyat. Jika dalam tahun pertama saja, kekuasaan sudah digerogoti oleh friksi internal, maka masa depan pemerintah daerah akan dibayangi oleh instabilitas birokrasi dan melemahnya moral pelayanan publik.

Kita berharap, kekuasaan baru ini tidak terseret terlalu jauh ke dalam intrik dan pertarungan pengaruh yang menguras energi. Yang dibutuhkan NTB hari ini bukanlah pertarungan geng dalam lingkar kekuasaan, tetapi kepemimpinan yang tegas, terbuka, dan berani menertibkan barisan tanpa harus terjebak dalam politik balas jasa.

Jika benar kegaduhan ini adalah harga dari proses penyaringan loyalitas, maka hendaknya dilakukan dengan transparan dan tidak dengan mengorbankan stabilitas publik. Karena bila tidak, publik akan menyimpulkan bahwa kegaduhan ini bukanlah awal dari perubahan, melainkan cermin dari kekuasaan yang sejak awal dibangun atas dasar kompromi kepentingan, bukan visi perubahan.

Langit NTB memang tengah bergolak. Tapi badai terburuk kadang justru datang dari dalam kapal, bukan dari luar.

Share and Enjoy !

Shares

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.