Korsu Nasional BEM PTMAI Dukung Gagasan H. Johan Rosihan tentang Regulasi Plt Kepala Daerah

NTB, 11 Agustus 2025. Den Ardin selaku Kordinator Issue (Korsu) Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Indonesia (BEM PTMAI) secara resmi menyatakan dukungan penuh terhadap gagasan H. Johan Rosihan, Pimpinan Badan Penganggaran MPR RI, yang menekankan urgensi pembentukan regulasi turunan untuk mengatur komposisi Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah, mekanisme masa transisi, dan panduan teknis operasional layanan publik. Dukungan ini disampaikan sebagai respon atas hasil Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan pada 8 Agustus 2025 di Hotel Santika Depok.
Dukungan tersebut lahir dari kajian multidisiplin yang mengacu pada perspektif filosofis, sosiologis, dan yuridis.


Secara filosofis, gagasan ini mencerminkan penerapan prinsip good governance dan continuity of government, di mana pelayanan publik merupakan hak konstitusional warga negara yang bersifat non-derogable right, sehingga tidak boleh terhenti akibat kekosongan jabatan. Hal ini selaras dengan nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan publik yang menjadi fondasi negara hukum.
Dari aspek sosiologis, Korsu Nasional BEM PTMAI memandang bahwa kevakuman kepemimpinan definitif di tingkat daerah berpotensi mengganggu kohesi sosial dan stabilitas kebijakan publik. Fenomena ini, jika tidak diantisipasi, dapat menimbulkan ketidakpastian sosial-politik dan menurunkan public trust. Regulasi transisi yang jelas akan memastikan keberlangsungan program strategis daerah, sekaligus memperkuat legitimasi pemerintahan transisional.
Sementara dari sudut pandang yuridis, dukungan ini berlandaskan pada beberapa regulasi:
Pertama Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dipilih secara demokratis.
Ke-dua Pasal 65 ayat (1) UU No.23 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa Kepala Daerah memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat menjabat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Dan Pasal 65 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur bahwa dalam hal Kepala Daerah berhalangan, maka tugas dan wewenangnya dijalankan oleh Wakil Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
Ke-tiga, Pasal 201 ayat (9) UU No. 10 Tahun 2016 yang menjadi dasar pengangkatan Plt Kepala Daerah oleh Menteri Dalam Negeri.
Ke-empat, PP No. 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 6 Tahun 2005 yang menegaskan bahwa Plt Kepala Daerah memiliki kewenangan terbatas dan tidak diperkenankan mengambil keputusan strategis yang berdampak jangka panjang, kecuali mendapat persetujuan Mendagri.

Korsu Nasional BEM PTMAI menilai bahwa meskipun telah ada payung hukum, masih terdapat kekosongan norma terkait detail masa transisi, batas kewenangan, mekanisme pengawasan, dan protokol layanan publik di masa kepemimpinan Plt. Oleh karena itu, gagasan Johan Rosihan untuk menghadirkan regulasi turunan dianggap sebagai langkah strategis guna menutup celah ketidakpastian hukum (legal gap) dan mencegah terjadinya penafsiran sepihak yang berpotensi merugikan masyarakat.


“Kami mendukung penuh langkah progresif Bapak H. Johan Rosihan dalam mendorong kehadiran regulasi turunan yang menjamin kesinambungan pelayanan publik, kepastian hukum, dan integritas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini adalah prasyarat penting bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang demokratis, transparan, dan akuntabel,” tegas Den Ardin selaku Kordinator Issue (Korsu) Nasional BEM PTMAI.

Den Ardin berharap pemerintah pusat, DPR, dan seluruh pemangku kepentingan segera menindaklanjuti hasil FGD tersebut menjadi kebijakan konkret yang memiliki legitimasi yuridis & aplikatif, demi menjaga stabilitas pelayanan publik di seluruh daerah di indonesia. Tutupnya

Share and Enjoy !

Shares

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.