Opini ! Bupati Diam, Mafia PPPK Merajalela

Portalmadani.com || Bima — Opini !! Nabil Fajarudin — Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bima Periode 2024-2025.

Riuh pesta Hari Jadi Bima ke-385 baru saja usai. Jalanan penuh spanduk, panggung hiburan berdiri megah, dan para pejabat tersenyum puas di tengah tepuk tangan. Tapi di balik meriahnya seremoni itu, ada jeritan sunyi yang luput dari perhatian publik dan pemimpin daerah: kasus dugaan mafia dalam perekrutan PPPK Kabupaten Bima.

Lebih dari sekadar kabar burung, persoalan ini sudah menjadi gunjingan terbuka bahwa dalam seleksi PPPK yang seharusnya berjalan meritokratis, justru tercium bau pungli, titipan, bahkan dugaan jual beli kursi.

Demonstrasi mahasiswa, keluhan para pelamar, hingga sorotan dari pegiat antikorupsi sudah ramai. Namun yang masih tak terdengar hingga kini adalah suara Bupati Bima.

Di mana posisi bupati dalam kasus serius ini?

UU Mengikat, bukan sekadar seremonial. Sebagai kepala daerah, Bupati tak bisa bersembunyi di balik panggung perayaan. Pasal 67 UU No. 23 Tahun 2014 secara tegas menyebutkan bahwa kepala daerah wajib menaati dan menjalankan peraturan perundang-undangan. Maka, ketika ada persoalan integritas dalam proses rekrutmen ASN, diam bukanlah pilihan.

Jika dugaan praktik mafia itu benar, maka itu adalah kejahatan terhadap sistem birokrasi dan terhadap publik yang berharap pelayanan yang bersih. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik memberikan dasar yang kuat bagi bupati untuk segera bertindak: membentuk tim investigasi, mendorong pengusutan, dan memberikan sanksi kepada pihak yang terlibat.

Dalam konteks demokrasi lokal, pemimpin tidak boleh hanya hadir saat panggung dipasang. Ia harus hadir juga ketika rakyatnya resah, ketika kepercayaan publik pada sistem dirusak oleh oknum dalam birokrasi.

Diamnya Bupati Bima bukan sekadar abai, tapi bisa terbaca sebagai bentuk kompromi terhadap kejahatan. Ini bukan hanya krisis etika, tapi juga krisis pemerintahan.

Jika Bupati tetap tak bersuara, maka publik berhak mempertanyakan: apakah pemimpin daerah ini benar-benar berpihak pada keadilan atau sekadar berpesta di atas penderitaan rakyat?

Bupati harus keluar dari diam. Langkah konkret harus diambil: bentuk tim independen, libatkan APIP dan KASN, buka ruang aduan publik, dan tindak tegas pejabat yang bermain dalam rekrutmen PPPK. Jika tidak, maka rakyat yang akan bertindak melalui tekanan publik, laporan ke lembaga hukum, hingga desakan politik melalui DPRD.

Kabupaten Bima membutuhkan pemimpin yang tegas, bukan pemimpin yang tenggelam dalam seremonial. Masalah ini tak akan selesai dengan diam. Keadilan tidak akan lahir dari panggung pesta.

Share and Enjoy !

Shares

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.