Pimpinan Pusat LeSHam Kecam Keras Intimidasi Non-Verbal Terhadap Aktivis IMM Raisul

Portalmadani.com || Bima — Pimpinan Pusat Lembaga Studi Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia (LeSHam) mengeluarkan pernyataan keras terkait dugaan intimidasi non-verbal yang dialami oleh Raisul, seorang aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang baru-baru ini mengungkapkan secara terbuka mengenai buruknya layanan publik di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Bima setelah video siaran langsung nya menjadi perhatian publik lokal di Bima.

LeSHam menilai insiden intimidasi ini bukan kejadian biasa, melainkan bagian dari pola gerakan terstruktur, sistematis, dan massif yang bertujuan membungkam kebebasan berpendapat dan membatasi partisipasi publik dalam mengawasi kinerja birokrasi daerah.

“Ini bukan sekadar tekanan personal terhadap Raisul. Ini adalah serangan terhadap demokrasi lokal dan keberanian warga untuk menyampaikan kritik berdasarkan kenyataan yang dialami masyarakat luas,” ungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat LeSHam dalam siaran pers resmi yang diterima redaksi.

Menurut LeSHam, apa yang dilakukan oleh Raisul merupakan wujud keberanian sipil yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Kritik terhadap pelayanan publik, apalagi yang berdasar pada fakta lapangan, adalah bentuk partisipasi aktif yang seharusnya mendapat ruang dan perlindungan, bukan dibalas dengan tekanan atau pembungkaman.

LeSHam mengingatkan bahwa tindakan intimidasi—meski dalam bentuk non-verbal—telah melanggar Pasal 28E UUD 1945 yang menjamin kebebasan berekspresi, serta mencederai prinsip negara hukum yang mewajibkan penyelenggara negara bertindak berdasarkan hukum, bukan kekuasaan semata.

Lebih jauh, mereka menyebut bahwa jika penguasa birokrasi menggunakan kedudukan dan jabatannya untuk membungkam kritik, maka kontrak sosial antara rakyat dan pemerintah telah dilanggar secara moral dan hukum.

Dalam pernyataannya, LeSHam juga menyoroti bahwa buruknya layanan publik Dukcapil Bima merupakan keluhan yang jamak ditemukan dan telah berlangsung lama. Oleh sebab itu, tindakan Raisul semestinya dibaca sebagai alarm perbaikan, bukan ancaman yang harus dibungkam.

Tiga Tuntutan LeSHam:

  1. Mendesak Bupati Bima untuk segera mencopot Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Bima dan melakukan evaluasi total terhadap manajemen pelayanan publik di instansi tersebut.
  2. Mendorong aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan intimidasi terhadap Raisul serta menjamin perlindungan hukum bagi setiap warga yang menyampaikan kritik.
  3. Menyerukan seluruh masyarakat sipil dan gerakan mahasiswa di Indonesia untuk bersatu melawan praktik pembungkaman ruang publik dan menegakkan kembali nilai-nilai demokrasi konstitusional.

LeSHam menegaskan bahwa ketika kritik dianggap sebagai ancaman, maka kita sedang berada dalam bahaya. “Jika suara-suara keberanian dibungkam, maka yang tumbuh adalah budaya ketakutan. Dan di atas ketakutan, demokrasi tidak akan pernah tumbuh,” tegas pernyataan tersebut.

Dengan kasus ini, LeSHam menyerukan agar seluruh elemen bangsa tetap waspada terhadap kecenderungan otoritarianisme dalam birokrasi lokal dan menjaga agar ruang kebebasan sipil tetap hidup di tengah masyarakat.

Share and Enjoy !

Shares

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.