Polda NTB: Kami Akan Beri Sanksi Berat Oknum Penyidik Dalam 20 Hari Kedepan Jika Terbukti Langgar Hukum Acara

Portalmadani.com || Mataram — Pernyataan tegas disampaikan Plt. Kepala Bidang Pengawasan Penyidikan (Wasidik) Polda NTB, AKP Abdi, menanggapi aksi demonstrasi yang digelar Lembaga Studi Hukum dan Advokasi Masyarakat (LeSHam) NTB bersama Laskar Living Law di depan Mapolda NTB pada Rabu (10/7).
Dalam unjuk rasa itu, massa menuntut agar Polda NTB segera memanggil dan memeriksa penyidik Polres Bima Kota, Iwan Junisar, yang diduga melanggar hukum acara pidana.
“Kami akan memanggil yang bersangkutan dalam waktu paling lama 20 hari ke depan. Jika terbukti benar adanya pelanggaran terhadap hukum acara, maka menjadi kewajiban kami untuk menindak,” tegas AKP Abdi kepada perwakilan massa dan awak media.
Massa aksi menyoroti kegagalan penyidik Iwan Junisar dalam mengirimkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) kepada penuntut umum, yang menurut mereka merupakan pelanggaran serius terhadap Pasal 109 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015. SPDP dianggap sebagai instrumen penting dalam menjamin akuntabilitas penyidikan dan mencegah penyalahgunaan kewenangan.
Koordinator aksi, Bhocank, menyebut bahwa kelalaian ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi bentuk pengabaian terhadap prinsip due process of law.
“Kalau SPDP saja tidak dikirim, itu pertanda proses hukum sudah dikuasai oleh kepentingan. Kami minta Polda NTB bersikap tegas terhadap oknum yang mempermainkan hukum,” kata Bhocank lantang.
Selain mempersoalkan SPDP, LeSHam dan Laskar Living Law juga mendesak agar Kapolres Bima Kota segera menetapkan Ismail sebagai tersangka dalam kasus mafia tanah yang telah memenuhi unsur Pasal 184 KUHAP, termasuk keterangan ahli, saksi, dan surat-surat bukti yang menunjukkan dugaan kuat terjadinya pemalsuan dokumen tanah.
Menanggapi hal tersebut, AKP Abdi menyatakan bahwa pihaknya telah memanggil Iwan Junisar beberapa bulan sebelumnya sebagai bagian dari klarifikasi terhadap laporan masyarakat. Saat ini, menurutnya, Polda NTB masih menilai apakah kasus tersebut perlu diambil alih dari Polres Bima Kota.
“Kami sedang mendalami apakah kasus ini masuk dalam lingkup kami untuk diambil alih. Bila memang ada indikasi pelanggaran etik dan hukum acara, tentu akan ada konsekuensinya dan kami akan memberikan sanksi dengan tegas,” ujar AKP Abdi.
Aksi berlangsung tertib dan mendapat pengawalan dari pihak kepolisian. Meski demikian, massa berjanji akan terus mengawal kasus ini dan kembali turun ke jalan bila dalam 20 hari tidak ada progres sebagaimana yang dijanjikan.
“Supremasi hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Ini bukan hanya soal satu kasus, ini soal menjaga marwah hukum dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” tutup Bhocank.