Mufti Dipenjara, Petani Menderita: Anjloknya Harga Jagung dan Diamnya Pemerintah

Portalmadani.com || Bima – Ketika harga jagung di Bima anjlok tajam hingga tak mencukupi ongkos produksi, yang ditangkap bukanlah penyebabnya, melainkan suara yang menjeritkan kenyataan pahit itu.
Mufti Alhakmatiar, mahasiswa semester enam Fakultas Hukum yang juga aktivis muda Desa Laju, dijatuhi vonis penjara selama satu tahun karena memimpin demonstrasi menuntut solusi atas kehancuran ekonomi petani jagung. Penjara untuk seorang mahasiswa hanya karena menyuarakan kepedihan rakyat adalah cermin betapa mudahnya hukum tunduk pada kepentingan kekuasaan dan alergi terhadap kritik.
Ironi ini menjadi luka dalam demokrasi lokal. Pemerintah Kota Bima dan Pemerintah Kabupaten Bima tampak abai, tidak hanya terhadap jatuhnya harga jagung tetapi juga terhadap krisis kepercayaan dan kemanusiaan. Padahal, sebagai daerah agraris, Bima seharusnya memiliki sistem proteksi terhadap hasil pertanian, bukan malah membiarkan harga ditentukan pasar yang dikuasai tengkulak dan korporasi besar.
Lebih tragis lagi, ketika suara petani dan mahasiswa dibungkam melalui proses hukum, pemerintah malah tetap diam, tidak memiliki tanggung jawab apa pun.
Konstitusi Republik Indonesia pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Sedangkan Pasal 28H menegaskan hak atas penghidupan yang layak. Dalam konteks ini, Mufti bukan kriminal. Ia adalah corong rakyat yang tak lagi mampu bersabar melihat ladangnya tak menghasilkan apa-apa selain utang dan penderitaan.
Ketika suara keadilan dibalas dengan jeruji, dan tangisan petani tak ditanggapi dengan kebijakan, maka instabilitas sosial bukan hanya mungkin terjadi, ia adalah keniscayaan. Pemerintah tidak boleh bermain-main dengan amarah rakyat kecil. Sebab ketidakadilan yang terus menumpuk bisa meledak menjadi gelombang perlawanan yang lebih besar.
Sudah saatnya Pemkot dan Pemkab Bima keluar dari zona nyaman. Tidak cukup hanya dengan imbauan dan seremonial, mereka harus hadir dengan kebijakan konkret.
Penetapan harga dasar jagung, pendirian BUMD pertanian yang menyerap hasil panen petani, jaminan distribusi pupuk dan benih yang adil, serta penguatan regulasi agar petani tidak lagi menjadi korban pasar bebas yang tak berbelas kasih akan menjadi solusi terbaik terhadap anjloknya harga jagung.